"Kita Gak Bisa Lagi Cuma Diam: Kekerasan Seksual di Pesantren Bukan Tabu untuk Dibahas"
Haloo Sahabatt...Akhir-akhir ini ramai banget kann yaa berita tentang Isuu dan kasuss kekerasan seksual yang terjadi di sebuah "pesantren" di Pulau yg katanyaa "Seribu Masjid".Dan kalo bolehh jujurr yaa Aku sendirii Traumaa Kalo membahas Topik inii Rasanyaa tuu kekk Mirisss, marahhh, sedihhh, haaaa!!! Pokoknyaa semua ituu campur adukk jadi satuu!!!. itu yang bikinn aku pribadii mau ndaa mauu SpeakUpp terhadap Kasuss Inii.
Tempat yang seharusnya jadi ruang belajar dan ibadah, malah berubah jadi tempat yang meninggalkan trauma buat santriwatinyaa.
Kasus ini bukan cuma soal satu orang pelaku, tapi soal kepercayaan. Kepercayaan yang disalahgunakan. Apalagi pelakunya disebut-sebut orang terpandang, punya pengaruh, dan dihormati. Jadi gak heran banyak korban bingung harus ngapain.
"Cuma Oknum?" – Gak Sesimpel Itu!!!
Banyak orang mungkin langsung nyebut, “Itu ulah oknum, jangan digeneralisir.”
Tapi pertanyaannya: kenapa kasus kayak gini sering banget terjadi di tempat yang seharusnya aman?
Ini bukan kejadian pertama. Bukan yang kedua. Dan bisa aja bukan yang terakhir, kalau kita cuma anggap ini kesalahan individu tanpa ngebedah sistem yang menutup-nutupi.
Salah satu potongan dialog dari korban katanya gini:
“Setiap aku mau ngomong, malah disuruh sabar. Disuruh jaga nama baik pondok.
Tapi siapa yang jaga aku?”
Dingin ya, dengernya? Tapi itulah realitanya. Korban sering banget disuruh diam, dibilang fitnah, bahkan dituduh menghancurkan nama baik lembaga. Padahal yang hancur itu justru kepercayaan publik—kepercayaan kita semuaaa!!!.
Sistem Tertutup = Korban Takut Bersuara
Struktur di banyak pesantren itu hierarkis. Santri tunduk pada guru, guru tunduk pada kyai. Kalau ada yang nyimpang, apalagi dari “atas”, siapa yang berani melawan?
“Kalau aku lapor, aku takut dikeluarin. Gimana kalau orang tuaku malah nyalahin aku?”
Ini bukan soal kurang iman atau kurang sabar. Ini soal gak adanya ruang aman untuk bicara. Kita perlu tanya: "apakah lembaga-lembaga pendidikan kita, apalagi yang berbasis agama, sudah siap punya SOP perlindungan terhadap santri?"
Dan ini bukan buat nyerang pesantren. Justru ini bentuk cinta. Supaya gak ada lagi anak perempuan (atau laki-laki) yang pulang bawa trauma, bukan ilmu!!!.
“Tapi Jangan Semua Pesantren Disamaratakan Dong…”
Iyaa, betull sahabatt. Kita juga harus adil. Banyak banget pesantren yang benar-benar mendidik santri dengan nilai-nilai luhur, membangun karakter, dan memperkuat akhlak. Guru-gurunya tulus. Kyai-nya rendah hati. Santri-nya tumbuh dengan ilmu dan iman.
“Pesantren itu tempat aku menemukan arah hidup, bukan luka.”
Nahh Makanya kita harus hati-hati!!!. Kasus kayak gini gak bisa dijadikan alasan buat menyudutkan semua lembaga agama. Tapi kita juga gak boleh menjadikan lembaga agama sebagai tameng untuk pelaku kejahatan. Dua hal itu bisa berjalan beriringan: membela pesantren yang baik, dan tetap menuntut keadilan untuk korban.